Pengertian Media dan Wartawan yang Sebenarnya
By Romeltea | Published: March 16, 2022
Media dan wartawan tidak bisa dipisahkan. Media --dalam hal ini media massa atau media pers-- pasti punya atau dikeloka oleh wartawan (jurnalis) dan wartawan pasti bekerja di sebuah media. Berikut ini pengertian media dan wartawan yang sebenarnya.
Saya posting topik media dan wartawan ini karena ada cerita seorang teman. Katanya, temannya teman saya itu mengaku sebagai wartawan, hanya karena ia suka menulis berita di akun Facebooknya.
Saya tidak tahu, apakah "berita" yang ditulis itu benar-benar berita sesuai kaidah jurnalistik, atau hanya "klaim" saja bahwa itu berita.
Saya bilang, wartawan itu sebuah profesi. Di Indonesia, profesi wartawan itu diatur dalam UU Pers, yaitu Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang mengatur tentang prinsip, ketentuan, dan hak-hak penyelenggara pers di Indonesia.
Intinya, menurut UU Pers, wartawan adalah orang orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik (Pasal 1). Wartawan juga bekerja di sebuah media atau lembaga pers (perusahaan media) yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan diakui atau diverifikasi Dewan Pers.
Jadi, jika misalnya seseorang meliput peristiwa dan menulis berita di media sendiri (misalnya di akun media sosial atau di website pribadi/blog), maka tidak bisa disebut wartawan, meski secara teknis aktivitasnya itu (membuat berita) sama dengan wartawan.
Mari kita ulas pengertian media dan wartawan yang sebenarnya, khususnya di Indonesia.
Pengertian Wartawan
Wartawan itu bahasa Indonesia, dari kara warta (berita) dan wan (orang), sebagaimana istilah hartawan, dermawan, fisikawan, atau relawan.
Menurut UU Pers, yang disebut wartawan adalah "orang-orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik" (Pasal 1).
Kegiatan jurnalistik antara lain liputan (reportase) seperti wawancara, lalu menulis berita, mengeditnya, dan mempublikaskannya di media massa, baik media cetak, media penyiaran, maupun media online atau media siber (situs berita).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Daring) mengartikan wartawan sebagai berikut: "Wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan televisi; juru warta; jurnalis."
Jadi, pengertian wartawan yang sebenarnya --alias "wartawan beneran"-- adalah orang yang melakukan kegiatan jurnalistik (karenanya disebut juga "jurnalis") dan bekerja untuk sebuah media yang berbadan hukum dan diakui Dewan Pers.
Bagaimana dengan wartawan kampus dan jurnalis warga? Itu bukan wartawan dalam pengertian resmi dan profesional. Wartawan kampus itu masuknya ke kategori wartawan lingkup terbatas di media komunitas --pers kampus.
Jurnalis warga --pelaku jurnalisme warga (citizen journalism), disebut juga pewarta warga-- hanyalah sebutan bagi orang biasa (bukan wartawan) yang melakukan kegiatan jurnalistik. Jadi, wartawan kampus dan jurnalis warga bukan wartawan dalam pengertian yang sebenarnya.
Saya ulang, yang namanya wartawan adalah orang yang bekerja di sebuah perusahaan media yang tugasnya meliput dan menulis berita atau di bagian redaksi, mulai dari pemimpin redaksi, editor, hingga koresponden (wartawan yang bertugas di daerah).
Pengertian Media
Media secara bahasa artinya saluran atau sarana. Kata "media" adalah bentuk jamak dari "medium" yang berarti tengah atau perantara.Pengertian media umumnnya mengacu pada media massa (mass media). Silakan simak Pengertian Media dan Jenis-Jenisnya.
Kata "media" biasanya merupakan singkatan dari "media massa", misalnya dalam istilan "insan media", "awak media", "orang media", atau "hubungan media" (media relations) dalam kehumasan.
Media atau media massa adalah media komunikasi massa yang diterbitkan sebuah perusahaan pers.
Media atau media massa adalah media komunikasi massa yang diterbitkan sebuah perusahaan pers.
Menurut KBBI, media massa adalah sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas.
Sebuah berita atau tulisan di media rawan "terpeleset" ke pencemaran nama baik bahkan fitnah. Guna melindungi pers/media, dan wartawan, Dewan Pers membuat Nota Kesepahaman dengan Polri.
Pasal 5 ayat 2 menyatakan, pihak kedua apabila menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan tindak pidana di bidang pers, maka terlebih dahulu dilakukan penyelidikan dan hasilnya dikoordinasikan dengan pihak kesatu untuk menyimpulkan perbuatan tersebut adalah tindak pidana atau pelanggaran kode etik jurnalistik.
Pada ayat 3 ditegaskan, jika dari hasil koordinasi sebagaimana dimaksud ayat 1 dan 2 merupakan perbuatan tindak pidana, maka pihak kesatu menyerahkan kepada pihak kedua untuk ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan dan penyidikan sesuai peraturan perundang-undangan.
Guna memperkuat profesi wartawan, Dewan Pers juga mengadakan sertifikasi wartawan agar insan pers di Indonesia benar-benar kompeten memahami dan menguasai jurnalistik, terutama menaati kode etik jurnalistik dalam menjalankan profesinya.
Dalam UU Pers, media massa disebut pers. Disebutkan, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam literatur komunikasi, seperti dalam buku Media Massa dan Pasar Modal: Strategi Komunikasi bagi Perusahaan Go Public (2018) karya Lahyanto Nadie, Wilbur Schramm mendefinisikan media massa sebagai berikut:
“Media massa adalah suatu kelompok kerja yang terorganisasi di sekitar beberapa perangkat untuk mengedarkan pesan yang sama, pada waktu yang sama, ke sejumlah besar orang”.
Proses penyebaran pesan di media massa memerlukan peralatan teknis dan mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan lainnya.
Menurut Leksikon Komunikasi, media massa adalah "sarana untuk menyampaikan pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, misalnya radio, televisi, dan surat kabar".
Secara teoretis, sebuah media disebut media massa jika memenuhi karakteristik sebagaimana dikemukakan Canggara dalam Pengantar Ilmu Komunikasi (2010)>
1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.
Melembaga inilah ciri utama media massa, yakni didirikan atau diterbitkan oleh sebuah lembaga pers atau perusahaan media. Di Indonesia, media itu juga terdaftar dan diakui oleh Dewan Pers.
2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh
banyak orang dalam waktu yang sama.
4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya --kini media internet atau website (situs berita).
5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa
Itu dia pengertian media yang sebenarnya. Dewan Pers sering menyebutkan adanya media abal-abal (ilegal, tidak resmi), media partisan (media yang menjadi media propaganda kelompok tertentu atau berpihak pada kelompok tertentu), dan media profesional.
Pentingnya Verifikasi Dewan Pers
Media di Indonesia harus terverifikasi Dewan Pers agar menjadi media pers resmi dan wartawannya mendapatkan perlindungan hukum.Sebuah berita atau tulisan di media rawan "terpeleset" ke pencemaran nama baik bahkan fitnah. Guna melindungi pers/media, dan wartawan, Dewan Pers membuat Nota Kesepahaman dengan Polri.
Nota ini tertuang dalam Nota Kesepahaman Nomor 2/DP/MoU/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Nota ini ditandatangani Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo dan Kapolri Jenderal M Tito Karnavian pada HPN di Ambon pada 2017.
Pasal 5 ayat 2 menyatakan, pihak kedua apabila menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan tindak pidana di bidang pers, maka terlebih dahulu dilakukan penyelidikan dan hasilnya dikoordinasikan dengan pihak kesatu untuk menyimpulkan perbuatan tersebut adalah tindak pidana atau pelanggaran kode etik jurnalistik.
Pada ayat 3 ditegaskan, jika dari hasil koordinasi sebagaimana dimaksud ayat 1 dan 2 merupakan perbuatan tindak pidana, maka pihak kesatu menyerahkan kepada pihak kedua untuk ditindaklanjuti dengan proses penyelidikan dan penyidikan sesuai peraturan perundang-undangan.
Guna memperkuat profesi wartawan, Dewan Pers juga mengadakan sertifikasi wartawan agar insan pers di Indonesia benar-benar kompeten memahami dan menguasai jurnalistik, terutama menaati kode etik jurnalistik dalam menjalankan profesinya.
Kode etik jurnalistik yang sering dilanggar wartawan media antara lain penyalahgunaan profesi (menerima suap atau memeras) serta mencampurkan fakta dan opini pribadi dalam pemberitaan.
Demikian pengertian media dan wartawan yang sebenarnya. Tidak semua media disebut media massa atau media pers. Tidak semua orang yang menjalankan aktivitas jurnalistik disebut wartawan.*
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No comments on Pengertian Media dan Wartawan yang Sebenarnya
Post a Comment