Cara Melaporkan Penyalahgunaan Profesi Wartawan
By Romeltea | Published: May 27, 2015
Wartawan profesional akan menaati kode etik, tidak menyalahgunakan profesi, tidak menerima suap, apalagi memeras dan/atau memelas.
ADA mitos, wartawan adalah “sosok menakutkan”, khususnya bagi mereka yang bermasalah. Akibatnya, banyak "oknum" wartawan atau wartawan abal-abal "bergentayangan" mencari mangsa yang "Ujung-Ujungnya Duit".
Wartawan profesional selalu menggunakan cara-cara etis dalam mencari informasi dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. "Minta duit" merupakan pelanggaran terhadap kode etik dan salah satu ciri wartawan tidak profesional.
Dewan Pers sudah membuat Prosedur Pengaduan di halaman situs webnya. (Download Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers).
Dalam Pasal 2 tentang Hal yang Bisa Diadukan disebutkan, Dewan Pers menerima pengaduan menyangkut:
a. Karya jurnalistik, perilaku, dan atau tindakan wartawan yang terkait dengan kegiatan jurnalistik;
b. Kekerasan terhadap wartawan dan atau perusahaan pers;
c. Iklan sebagaimana diatur di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan peraturan perundangan yang berlaku.
Ada baiknya, sebelum mengadukan wartawan kepada Dewan Pers, adukan dulu ke pemimpin redaksi atau manajemen media tempatnya berkerja.
Siapa tahu, ia bukan wartawan media tersebut alias wartawan gadungan, wartawan abal-abal, wartawan bodong. Jika ternyata ia bukan wartawan --misalnya pengemis berkedok wartawan atau pemeras berkedok wartawan
2. Wartawan tidak boleh menggunakan cara-cara pemaksaan dan intimidasi, serta tidak meminta imbalan dalam mencari informasi.
3. Dewan Pers mengimbau agar komunitas wartawan dan pers bahu-membahu bersama masyarakat untuk memerangi praktek penyalahgunaan profesi wartawan, dengan malaporkan aktivitas-aktivitas tidak profesional –yang mengatasnamakan sebagai wartawan– kepada kepolisian.
4. Kepada anggota masyarakat, perusahaan swasta, dan instansi pemerintah diharapkan agar cermat dalam mengidentifikasi wartawan/media serta tidak segan-segan menanyakan identitas wartawan dan mengecek kebenaran serta status media tempatnya bekerja. Wartawan profesional selalu menggunakan cara-cara etis dalam mencari informasi.
5. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu memberikan imbalan (uang amplop) kepada wartawan yang mewawancarai atau meliput.
Kode Etik Wartawan Indoensia (KEWI) dengan jelas menyatakan, wartawan Indonesia selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun dari sumber berita yang berkaitan dengan tugas-tugas kewartawanannya dan tidak menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Menurut Dewan Pers, dengan tidak memberikan "uang amplop", berarti masyarakat turut membantu upaya penegakkan etika wartawan, serta berperan dalam memberantas praktik penyalahgunaan profesi wartawan.
Dalam sebuah seminar media literasi bertajuk “Membedakan Media Profesional dan Media Abal-abal” di Mamuju, 5 Maret 2015, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, membeberkan, ciri-ciri media dan wartawan abal-abal.
Seperti diberitakan Fajar, dalam klasifikasi Yosep, setidaknya ada tujuh ciri media abal-abal:
ADA mitos, wartawan adalah “sosok menakutkan”, khususnya bagi mereka yang bermasalah. Akibatnya, banyak "oknum" wartawan atau wartawan abal-abal "bergentayangan" mencari mangsa yang "Ujung-Ujungnya Duit".
Wartawan profesional selalu menggunakan cara-cara etis dalam mencari informasi dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. "Minta duit" merupakan pelanggaran terhadap kode etik dan salah satu ciri wartawan tidak profesional.
Cara Melaporkan Wartawan
Jika ada yang "oknum" yang menyalahgunakan profesi wartawan, masyarakat bisa melaporkan atau mengadukannya ke Dewan Pers.Dewan Pers sudah membuat Prosedur Pengaduan di halaman situs webnya. (Download Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers).
Dalam Pasal 2 tentang Hal yang Bisa Diadukan disebutkan, Dewan Pers menerima pengaduan menyangkut:
a. Karya jurnalistik, perilaku, dan atau tindakan wartawan yang terkait dengan kegiatan jurnalistik;
b. Kekerasan terhadap wartawan dan atau perusahaan pers;
c. Iklan sebagaimana diatur di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan peraturan perundangan yang berlaku.
Ada baiknya, sebelum mengadukan wartawan kepada Dewan Pers, adukan dulu ke pemimpin redaksi atau manajemen media tempatnya berkerja.
Siapa tahu, ia bukan wartawan media tersebut alias wartawan gadungan, wartawan abal-abal, wartawan bodong. Jika ternyata ia bukan wartawan --misalnya pengemis berkedok wartawan atau pemeras berkedok wartawan
- Jika ia pengemis berkedok wartawan, maka "salurkan" ke lembaga sosial, lembaga zakat, atau lembaga yang biasa memberi santunan bagi kaum dhuafa (fakir-miskin).
- Jika ia pemeras/preman berkedok wartawan, maka adukan langsung ke polisi, karena perilakunya sudah masuk kriminal atau tindak pidana.
Prinsip Kerja Kewartawanan: Pedoman Dewan Pers
1. Wartawan dalam menjalankan pekerjaan jurnalistiknya selalu berdasar pada prinsip-prinsip etika. Wartawan Indonesia telah memiliki Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang menjadi acuan bagi seluruh wartawan di Indonesia.2. Wartawan tidak boleh menggunakan cara-cara pemaksaan dan intimidasi, serta tidak meminta imbalan dalam mencari informasi.
3. Dewan Pers mengimbau agar komunitas wartawan dan pers bahu-membahu bersama masyarakat untuk memerangi praktek penyalahgunaan profesi wartawan, dengan malaporkan aktivitas-aktivitas tidak profesional –yang mengatasnamakan sebagai wartawan– kepada kepolisian.
4. Kepada anggota masyarakat, perusahaan swasta, dan instansi pemerintah diharapkan agar cermat dalam mengidentifikasi wartawan/media serta tidak segan-segan menanyakan identitas wartawan dan mengecek kebenaran serta status media tempatnya bekerja. Wartawan profesional selalu menggunakan cara-cara etis dalam mencari informasi.
5. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu memberikan imbalan (uang amplop) kepada wartawan yang mewawancarai atau meliput.
Kode Etik Wartawan Indoensia (KEWI) dengan jelas menyatakan, wartawan Indonesia selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun dari sumber berita yang berkaitan dengan tugas-tugas kewartawanannya dan tidak menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Menurut Dewan Pers, dengan tidak memberikan "uang amplop", berarti masyarakat turut membantu upaya penegakkan etika wartawan, serta berperan dalam memberantas praktik penyalahgunaan profesi wartawan.
7 Ciri Media dan Wartawan Abal-Abal
Masyarakat harus mampu membedakan antara wartawan profesional dan wartawan abal-abal (palsu).Dalam sebuah seminar media literasi bertajuk “Membedakan Media Profesional dan Media Abal-abal” di Mamuju, 5 Maret 2015, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, membeberkan, ciri-ciri media dan wartawan abal-abal.
Seperti diberitakan Fajar, dalam klasifikasi Yosep, setidaknya ada tujuh ciri media abal-abal:
- Tidak berbadan hukum
- Alamat redaksi tidak jelas
- Tidak mencantumkan nama penanggungjawab dalam boks
- Terbit temporer (kadang terbit, kadang tidak.
- Isi media melanggar kode etik
- Bahasa yang digunakan tidak memenuhi standar baku
- Nama media terkesan menakutkan.
- Berpenampilan sok jago dan tidak tahu etika
- Mengaku anggota organisasi wartawan tapi tidak jelas, alias di luar PWI, AJI dan IJTI
- Pakai atribut aneh
- Pertanyaan yang diajukan terkesan tendensius.
- Tidak bertatakrama jurnalis
- meremehkan bahkan kadang mengancam dan memeras narasumber
- Tidak bisa memperlihatkan kartu kompetensi.
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
Mohon informasi, apakah ada Surat Kabar Umum RAKYAT INDONESIA di Provinsi Jawa Barat yg pemimpin redaksinya bernama A. Fauzi. Saya perlu indentitas nama surat kabar dan nama pemimpin redaksi tsb krn akhir2 ini sering bergentayangan ke instansi2 pemerintah dgn kedok mencari berita ttg pengelolaan barang dan jasa atas permintaan KPK.
ReplyDeleteKalau mereka wartawan beneran, pastinya punya ID CARD/PRESS CARD, di sana tertera alamat redaksi dan pemimpin redaksinya sebagai penanggung jawab, silakan cek, minta tunjukkan ID mereka, jka tidak bisa menunjukkan ID-nya, abaikan, jika memeras, laporkan ke polisi! Jika mengemis (pengermis berkedok wartawan), kasih aja ongkos pulang.....
ReplyDeleteBiasanya banyak di kota2 besar yang begitu ya bang.
ReplyDeleteJustru banyak terjadi di daerah :)
DeleteBanyak terjadi di daerah kecil bang apa lagi di desa.
ReplyDeletesaya minta bantuan bang kemana harus saya laporkan. saya tidak senang berita yang dimuat mereka karna mencemarkan nama baik kaka saya bang. di dalam koran tersebut tidak tercantum dari siapa sumbernya. terima kasih bang sebelumnya
1. Cara melaporkan ada di alinea 5 di atas
Delete2. Kalo sdh pencemaran nama baik, gak usah ragu, laporkan aja ke polisi, disertai bukti fitnahnya
Hari ini saya di datangi di kantor tampa meperkenalkan diri dan tidak memperlihatkan ID Card dengan pakaian kost oblong dan sandal jepit...langsung mau memotret saya dan saya melarang dan langsung marah2 dan mengajak saya berkelahi tapi saya ladeni,akhirnya dia memanggil rekan2nya...pertanyaan saya apakah wartawan bisa langsung masuk ke sebuah kantor bank dan langsung main potret dan mau nantang duel saya bukti CCTV.
ReplyDelete1. Wartawan boleh memotret objek yang terbuka untuk umum dan tidak ada tanda larangan memotret.
Delete2. Namun, wartawan WAJIB memperlihatkan ID Card jika diminta.
3. Jika tidak menunjukkan ID Card, dipastikan wartawan abal-abal dan usir saja, apalagi bersikap seperti demikian, laporkan saja ke polisi dengan delik aduan "perbuatan tidak menyenangkan"
Saya mau tanya apakah pers dr pt media jombang pos terdaftar
ReplyDeleteMohon untuk dapat menindak lanjuti kepada dewan pers.
ReplyDeleteMelihat meraknya media online yang bermunculan, saya ingin menyampaikan untuk dewan pers agar dapat membantu pemerintah dalam memberantas media online yg kerap menyajikan pemberitaan yg tidak akurat dan berimbang.
Yang mana hal tersebut bisa berdapak pada timbulnya konflik.
Salah satu media online tersebut adalah SuaraPribumi.com
Selama ini pemberitaannya tidak relvan dan berimbang.
Terima kasih.
Mati satu tumbuh seribu, dikasih satu komplotannya ikut nyerbu...
ReplyDeleteBisa dilaporkan ke polisi kah bang? Lihat wajahnya aja perbuatan tidak menyenangkan apalagi tingkahnya.
Bisa, laporkan dengan delik pemerasan (Pasal 368 KUH) atau minimal perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP)
Deletebanyak sekali wartawan yg mungkin bisa di bilang abal2, buktinya banyak sekali. di kabupaten kuningan sering di jumpai tukang tambal ban, atau pedagang beralih profesi menjadi wartawan. sasaran mereka yaitu ke sekolah2 yg sedang melakukan rehab atau pembuatan bangunan. gimana cara mengatasinya?
ReplyDelete