Kembalikan Media Islam: Situs Mana Saja?
By Romeltea | Published: April 1, 2015
Tidak semua situs Islam yang diblokir harus dikembalikan.
KEMBALIKAN Media Islam yang "bergema" di twitter hingga menjadi trending topic harus diiringi sikap kritis. Situs dakwah mana saja yang harus dikembalikan?
Pasalnya, tidak semua dari 22 situs itu layak dikembalikan. Tiga website dakwah yang sering saya baca --Hidayatullah.com, Eramuslim.com, Dakwatuna.com-- jelas harus dikembalikan.
Selain "bebas dari radikalisme", ketiga situs tersebut juga lembaga penerbitnya jelas (berbadan hukum), alamat redaksinya jelas, dan tim redaksi dan penanggung jawabnya juga jelas.
Bagaimana dengan yang lain? Saya belum "selidiki" semua situs yang diblokir itu. Namun, kebanyakan situs yang diblokir memang "GJ" (gak jelas) siapa penerbit dan pengelolanya, terutama yang menggunakan platform blog blogger/blogspot.
Bahkan, memang setidaknya ada dua blog yang jelas-jelas terindikasi mendukung ISIS dengan mencantumkan logo ISIS di logo nama blognya. (Lihat: Profil & Konten 22 Situs Islam yang Diblokir).
Pemblokiran situs Islam sama dengan pembreidelan dan penyensoran. Jelas, itu bertentangan dengan UU Pers yang menjamin tidak ada sensor, bredel, dan pelarangan siaran bagi pers nasional.
Namun, kita juga mesti kritis, situs mana saja yang termasuk pers nasional. Bagi saya, hidayatullah.com, eramuslim.com, dan dakwatuna.com (maaf jika situs dakwah lain belum sempat saya cek dan sebut di sini) termasuk Pers Nasional karena berbadan hukum, lembaga penerbitnya jelas, redaksinya jelas, dan alamatnya juga jelas.
Bagi para pengelola situs Islam, saya juga ajak, mari taati kode etik jurnalistik, seperti verifikasi (tabayun). Jangan "frontal" dalam pemberitaan. "Main cantik" saja. Yang halus gitu lho.... Jurnalistik terutama berbasis fakta, data, juga berimbang (covering both side) dan "tidak mencampurkan fakta dan opini".
Mari tingkatkan skill & knowledge jurnalistik agar berita yang dibuat enak dibaca, mudah dipahami, akuntabel, taat kode etik, dan tidak mengubah media jurnalistik menjadi media propaganda. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*
KEMBALIKAN Media Islam yang "bergema" di twitter hingga menjadi trending topic harus diiringi sikap kritis. Situs dakwah mana saja yang harus dikembalikan?
Pasalnya, tidak semua dari 22 situs itu layak dikembalikan. Tiga website dakwah yang sering saya baca --Hidayatullah.com, Eramuslim.com, Dakwatuna.com-- jelas harus dikembalikan.
Selain "bebas dari radikalisme", ketiga situs tersebut juga lembaga penerbitnya jelas (berbadan hukum), alamat redaksinya jelas, dan tim redaksi dan penanggung jawabnya juga jelas.
Saya pernah menulis untuk hidayatullah.com beberapa kali. Di eramuslim.com bahkan saya pernah mengasuh rubrik "konsultasi jurnalistik & siaran radio" selama beberapa tahun. Kalo gak salah 2001 s.d. 2005.
Bagaimana dengan yang lain? Saya belum "selidiki" semua situs yang diblokir itu. Namun, kebanyakan situs yang diblokir memang "GJ" (gak jelas) siapa penerbit dan pengelolanya, terutama yang menggunakan platform blog blogger/blogspot.
Bahkan, memang setidaknya ada dua blog yang jelas-jelas terindikasi mendukung ISIS dengan mencantumkan logo ISIS di logo nama blognya. (Lihat: Profil & Konten 22 Situs Islam yang Diblokir).
Pemblokiran situs Islam sama dengan pembreidelan dan penyensoran. Jelas, itu bertentangan dengan UU Pers yang menjamin tidak ada sensor, bredel, dan pelarangan siaran bagi pers nasional.
Namun, kita juga mesti kritis, situs mana saja yang termasuk pers nasional. Bagi saya, hidayatullah.com, eramuslim.com, dan dakwatuna.com (maaf jika situs dakwah lain belum sempat saya cek dan sebut di sini) termasuk Pers Nasional karena berbadan hukum, lembaga penerbitnya jelas, redaksinya jelas, dan alamatnya juga jelas.
Jika pemberitaan ketiga situs tersebut, juga situs lainnya, dianggap "membahayakan bangsa dan negara", bukan situsnya yang dihukum (diblokir), tapi disanksi saja redaksi atau penanggung jawabnya sesuai dengan aturan yang berlaku (UU Pers/UU ITE).
Bagi para pengelola situs Islam, saya juga ajak, mari taati kode etik jurnalistik, seperti verifikasi (tabayun). Jangan "frontal" dalam pemberitaan. "Main cantik" saja. Yang halus gitu lho.... Jurnalistik terutama berbasis fakta, data, juga berimbang (covering both side) dan "tidak mencampurkan fakta dan opini".
Mari tingkatkan skill & knowledge jurnalistik agar berita yang dibuat enak dibaca, mudah dipahami, akuntabel, taat kode etik, dan tidak mengubah media jurnalistik menjadi media propaganda. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No comments on Kembalikan Media Islam: Situs Mana Saja?
Post a Comment