Abaikan Verifikasi, Kredibilitas Media Online Rendah!
By Romeltea | Published: June 3, 2014
JIKA wartawan (media) online terus-menerus mengabaikan prinsip dasar jurnalistik seperti verifikasi, cek dan ricek, konfirmasi, klarifikasi alias tabayun dan berimbang (balance), MAKA pelan atau cepat, kredibilitas media online yang melanggar prinsip dan kode etik jurnalistik itu akan rendah, UNTRUSTED, lalu ditinggalkan pembacanya....!
DEWAN pers, lembaga independen pengawal kebebasan pers di Indonesia, sering mendapat pengaduan dari masyarakat terkait pelanggaran oleh media atau wartawan. Anda juga bisa mengadukan media atau wartawan yang menurut "gak bener". Buka saja situs Dewan Pers. Di sana ada menu "Pengaduan". Bisa secara online, bisa SMS, dsb.
Dulu, kayaknya juga sampai kini, pengaduan didominasi soal wartawan gadungan alias wartawan bodrex dan media yang "gak jelas". Kini, seiring pesatnya perkembangan media online, pengaduan didominasi oleh kinerja wartawan atau media online itu.
Anggota Dewan Pers, Nezar Patria, dalam sebuah seminar tentang New Media di Pekanbaru, mengatakan, saking pesatnya perkembangan media online, Dewan Pers sering menerima pengaduan terkait berita di media online. Tiap tahun angkanya terus naik. Pada 2012 angkanya mencapai 18 persen.
“Porsi terbesar soal pelanggaran kode etik. Ini terkait dengan angka wartawan yang membaca kode etik, yang baru 42 persen, sesuai survei Dewan Pers tahun 2011,“ kata Nezar (Tribunnews.com).
Anggota Dewan Pers lainnya, Agus Sudibyo, mengungkapkan, ada enam jenis pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh media online (media siber, cyber media):
Media online tidak menguji informasi atau melakukan konfirmasi. pelanggaran ini terjadi karena media siber mengutamakan kecepatan tanpa dibarengi dengan verifikasi. Dilema kecepatan menimbulkan kesalahan pemberitaan.
DEWAN pers, lembaga independen pengawal kebebasan pers di Indonesia, sering mendapat pengaduan dari masyarakat terkait pelanggaran oleh media atau wartawan. Anda juga bisa mengadukan media atau wartawan yang menurut "gak bener". Buka saja situs Dewan Pers. Di sana ada menu "Pengaduan". Bisa secara online, bisa SMS, dsb.
Dulu, kayaknya juga sampai kini, pengaduan didominasi soal wartawan gadungan alias wartawan bodrex dan media yang "gak jelas". Kini, seiring pesatnya perkembangan media online, pengaduan didominasi oleh kinerja wartawan atau media online itu.
Anggota Dewan Pers, Nezar Patria, dalam sebuah seminar tentang New Media di Pekanbaru, mengatakan, saking pesatnya perkembangan media online, Dewan Pers sering menerima pengaduan terkait berita di media online. Tiap tahun angkanya terus naik. Pada 2012 angkanya mencapai 18 persen.
“Porsi terbesar soal pelanggaran kode etik. Ini terkait dengan angka wartawan yang membaca kode etik, yang baru 42 persen, sesuai survei Dewan Pers tahun 2011,“ kata Nezar (Tribunnews.com).
Anggota Dewan Pers lainnya, Agus Sudibyo, mengungkapkan, ada enam jenis pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh media online (media siber, cyber media):
Media online tidak menguji informasi atau melakukan konfirmasi. pelanggaran ini terjadi karena media siber mengutamakan kecepatan tanpa dibarengi dengan verifikasi. Dilema kecepatan menimbulkan kesalahan pemberitaan.
- Berita tidak akurat
- Mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi
- Tidak berimbang
- Tidak menyembunyikan identitas korban kejahatan susila
- Tidak jelas narasumbernya.
Disiplin Verifikasi
Kita lihat pelanggaran media online no. 1 adalah "tidak akurat". Ini pelanggaran berat karena verifikasi (klarifikasi, konfirmasi, cek-ricek) merupakan roh jurnalistik. Pengabaian terhadap prinsip utama jurnalistik ini akan menyebabkan kredibilitas media online rendah.
Disiplin verifikasi adalah pembeda utama antara jurnalistik dengan model komunikasi lain seperti propaganda, fiksi, dan hiburan. (This discipline of verification is what separates journalism from other modes of communication, such as propaganda, fiction or entertainment).
Jadi, jika verifikasi terus diabaikan, yang berakibat tersebarnya berita yang tidak akurat, maka media online pun akan tidak kredibel, tidak punya integritas, tak bisa dipecaya, dan akhirnya "mati" karena ditinggalkan pembaca.
Tugas wartawan/media adalah menginformasikan atau mengungkap kebenaran (truth). Kebenaran dalam dunia jurnalistik adalah fakta (fact) yang disajikan secara akurat (accuracy). Untuk mencapai akurasi dan kebenaran itulah dibutuhkan verifikasi (discipline of verification).
Verifikasi > Akurasi > Kebenaran
Verifikasi bukan saja menjadi pembeda antara jurnalistik dengan propaganda, fiksi, dan entertainment news (baca: gosip), tapi juga adalah pembeda antara jurnalis profesional dengan wartawan "amatir". (Journalists rely on a professional discipline for verifying information).
Daftar pelanggaran dalam dunia jurnalistik lainnya bisa diintip dalam "Journalsm Warning Labels". Salah satu gambarnya jadi ilustrasi posting ini.
Dilema Media Online
Mengapa insan media online sering mengabaikan atau melanggar disiplin verifikasi? Benar dugaan Anda... mereka lebih memilih kecepatan ketimbang akurasi. Lebih mengedepankan menjadi "yang pertama" ketimbang "yang terakurat".
Media online is the fastest channel untuk menyebarkan informasi. Media online pun berlomba untuk menjadi yang tercepat. Tidak salah.... tapi mengabaikan verifikasi sebagai jalan terbaik untuk akurasi dan kebenaran berita adalah "dosa besar" dalam perspektif "fiqih jurnalistik".
Wartawan media online bahkan sering menulis berita berdasarkan wawancara via telepon, SMS, BBM, status Facebook, dan kicauan Twitter --ini yang saya sebut "Jurnalisme Twitter". Bukan langsung terjun ke TKP untuk observasi dan verifikasi fakta.
Wartawan media online bahkan sering menulis berita berdasarkan wawancara via telepon, SMS, BBM, status Facebook, dan kicauan Twitter --ini yang saya sebut "Jurnalisme Twitter". Bukan langsung terjun ke TKP untuk observasi dan verifikasi fakta.
Insan media online tampaknya mengabaikan verifikasi karena bisa dengan mudah, kapan dan di mana saja, mengedit, update, atau bahkan men-delete (menghapus) berita yang dibuatnya. Selain itu, toh berita online juga dengan mudah dikoreksi dan dikomentari oleh pembaca (audience control).
Sebuah media online "ternama" pernah mengubah judul berita dalam hitungan menit, ketika judul itu diprotes; mengubah kesalahan penulisan nama dubes ketika nama itu ternyata salah; menghapus berita karena ternyata berita itu hoax (cerita bohong); dan masih banyak lagi.
Seorang wartawan situs ternama pernah cerita, ia menulis berita hanya berdasarkan telepon kepada saksi mata sebuah kerusuhan. Tanpa verifikasi! Akibatnya? Pembaca menghujatnya habis-habisan via kolom komentar dan share media sosial! Ini... menurunkan kredibilitas!
Sering pula media online memuat berita hanya berdasarkan siaran pers. Tanpa verifikasi. Akibatnya, berita yang dimuatnya "sepihak" dan fatalnya.... ada dusta di antara kata-kata dalam rilis itu!
Sering juga, media online hanya mengutip alias COPAS berita dari media online lainnya, lalu diklaim sebagai berita yang dibuat sendiri, tanpa menyebutkan sumber, apalagi verifikasi sendiri ke TKP!
Ah... udah ah sampai di sini saja posting tentang Abaikan Verifikasi, Kredibilitas Media Online Rendah ini. Takut kepanjangan. Intinya sih... media online jangan mengabaikan verifikasi jika ingin "bertahan hidup". Pembaca juga jangan mudah percaya dengan berita di media online. Jangan langsung komen dan share!
O iya... ni masalah bisa jadi karya ilmiah bahkan skripsi lho... Judulnya kira-kira .... "Disiplin Verifikasi dan Kredibilitas Media Online". Keywodsnya: verifikasi, kredibilitas media, media online. Sok tah...! Wasalam. (www.romelteamedia.com).*
References Links:
- http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/12/18-persen-pengaduan-di-dewan-pers-terkait-media-online
- http://www.tempo.co/read/news/2013/03/12/173466521/6-Pelanggaran-Media-Siber-Ini-yang-Sering-Diadukan
- http://www.journalism.org/resources/principles-of-journalism/
- http://www.americanpressinstitute.org/journalism-essentials/verification-accuracy/journalism-discipline-verification/
- http://www.nieman.harvard.edu/reports/article/102543/The-Essence-of-Journalism-Is-a-Discipline-of-Verification.aspx
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
Assalamualaikum, pak saya ella anak jurnalistik semester 8. kebetulan judul skripsi saya tentang Kredibilitas Narasumber di akun twitter pada pesan berita detik.com.
ReplyDeleteSaya mengalami kesulitan pak dalam menemukan buku yang membahas tentang kredibilitas narasumber. Sekiranya bapak tau referensi buku itu, saya minta bantuannya...
terimakasihh... :)
Wa'alaikum salam wr wb.. Ada di:
Delete1. Jurnalistik Terapan, hlm. 75 "Kriteria Narasumber" Penerbit BATIC Press. Call: 7206964
2. Kamus Jurnalistik, kata "Narasumber" (News Source), hlm. 88. Penerbit Simbiosa. Call: 70142959
More info: http://www.romelteamedia.com/p/mybooks.html