Dewan Pers: Mayoritas Media Online Situs Berita Abal-Abal
By Romeltea | Published: August 8, 2016
Sebuah media disebut profesional, bukan abal-abal, antara lain dari sisi badan hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja.
MEDIA Abal-Abal kini mendominasi media online (situs berita). Demikian kesimpulan saya setelah membaca berita, Dewan Pers mencatat dari 2.000 media online (media daring/dalam jejaring) yang saat ini ada di Indonesia, hanya 211 yang memenuhi syarat untuk bisa disebut sebagai media profesional.
Menurut Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, pemberitaan media abal-abal mirip seperti ‘koran kuning’. "Ketika diverifikasi, tidak ada penanggung jawab dan badan hukumnya,” katanya seperti diberitakan Media Indonesia.
Dewan Pers pun kesulitan menindak media abal-abal yang menurunkan berita-berita miring. Jika ada masyarakat yang merasa dirugikan dengan pemberitaan di media, mereka bisa langsung mengecek keabsahan medianya.
Di blog lain saya sudah tulis Kriteria Situs Berita Terpercaya vs Media Abal-Abal. Secara bahasa, abal-abal artinya palsu, murahan, rendahan, tidak terpercaya, ilegal.
Dilansir Merdeka, Dewan Pers meminta masyarakat jeli membedakan media pers atau media abal-abal. Dewan Pers juga mengingatkan setiap pengelola media untuk tetap berpegang teguh pada pedoman atau kode etik jurnalistik.
Menurut Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, sebuah media --termasuk media online alias media daring atau situs berita-- disebut pers apabila memenuhi ketentuan-ketentuan layaknya lembaga pers.
"Jika media sosial sudah memenuhi semua ini, baik dari badan hukum usahanya, standar kerjanya, dan sudah memenuhi kaidah-kaidah pers, maka media tersebut layak bisa di bawah naungan Dewan Pers,” katanya.
Bagir menegaskan, media yang tidak memenuhi syarat-syarat pers tadi --dari sisi badan hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja-- maka tidak bisa disebut pers.
Catatan di atas setidaknya harus disikapi dengan tidak pernah lagi membuka halaman web atau mengunjungi media online/situs berita yang masuk kategori abal-abal, apalagi nge-share beritanya!
Seperti halnya koran kuning, media abal-abal akan serampangan dalam penulisan berita karena "wartawan"-nya memang bukan wartawan profesional yang menguasai teknik jurnalistik dan menaati kode etik pemberitaan.
Baca Juga: Banyak Media Online Jadi Koran Kuning.
Jika nama pengelola situsnya "anonimous" alias tidak jelas nama dan alamatnya, gak usah dijadikan rujukan informasi. Biasanya situs abal-abal hanya mengejar trafik dengan posting berita sensasional, lebay bin alay, bahkan sering beda judul ama isinya!
Media abal-abal juga biasanya menggunakan judul-judul berita umpan klik (clickbait) yang melabrak standar penulisan karya jurnalistik, misalnya menggunakan kata "WOW", "Terungkap", "Miris", "Ini Dia", "Begini", "Inilah", dan sejenisnya.
Baca deh: Jurnalisme Umpan Klik.
Apakah blog, seperti www.romelteamedia.com ini masuk media abal-abal? Tentu tidak, ini blog, bukan situs berita atau media massa online, tapi situs pribadi (personal website), pemiliknya individu, yakni saya, sim kuring, juga ada "biodatanya" di Menu About.
Bagaimana dengan situs lembaga, misalnya www.icmijabar.or.id atau www.puijabar.org? Itu tidak masuk kategori media pers atau situs berita, tapi situs lembaha, meskipun kontennya banyak berisi berita. Legalitasnya atau badan hukumnya "integrated" dengan legalitas lembaganya sebagai ormas.
Lain halnya jika ormasnya juga ilegal alias tidak berbadan hukum, maka situsnya pun demikian. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*
MEDIA Abal-Abal kini mendominasi media online (situs berita). Demikian kesimpulan saya setelah membaca berita, Dewan Pers mencatat dari 2.000 media online (media daring/dalam jejaring) yang saat ini ada di Indonesia, hanya 211 yang memenuhi syarat untuk bisa disebut sebagai media profesional.
Menurut Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, pemberitaan media abal-abal mirip seperti ‘koran kuning’. "Ketika diverifikasi, tidak ada penanggung jawab dan badan hukumnya,” katanya seperti diberitakan Media Indonesia.
Dewan Pers pun kesulitan menindak media abal-abal yang menurunkan berita-berita miring. Jika ada masyarakat yang merasa dirugikan dengan pemberitaan di media, mereka bisa langsung mengecek keabsahan medianya.
Kriteria Media Abal-Abal vs Profesional
Media abal-abal adalah media yang tidak resmi, tidak berbadan hukum, sehingga potensial menyajikan berita asal, sembarangan, serampangan, beritanya tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan cenderung mengabaikan standar dan etika jurnalistik.Di blog lain saya sudah tulis Kriteria Situs Berita Terpercaya vs Media Abal-Abal. Secara bahasa, abal-abal artinya palsu, murahan, rendahan, tidak terpercaya, ilegal.
Dilansir Merdeka, Dewan Pers meminta masyarakat jeli membedakan media pers atau media abal-abal. Dewan Pers juga mengingatkan setiap pengelola media untuk tetap berpegang teguh pada pedoman atau kode etik jurnalistik.
Menurut Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, sebuah media --termasuk media online alias media daring atau situs berita-- disebut pers apabila memenuhi ketentuan-ketentuan layaknya lembaga pers.
Sebuah media disebut profesional, bukan abal-abal, antara lain dari sisi badan hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja.
"Jika media sosial sudah memenuhi semua ini, baik dari badan hukum usahanya, standar kerjanya, dan sudah memenuhi kaidah-kaidah pers, maka media tersebut layak bisa di bawah naungan Dewan Pers,” katanya.
Bagir menegaskan, media yang tidak memenuhi syarat-syarat pers tadi --dari sisi badan hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja-- maka tidak bisa disebut pers.
Catatan di atas setidaknya harus disikapi dengan tidak pernah lagi membuka halaman web atau mengunjungi media online/situs berita yang masuk kategori abal-abal, apalagi nge-share beritanya!
Seperti halnya koran kuning, media abal-abal akan serampangan dalam penulisan berita karena "wartawan"-nya memang bukan wartawan profesional yang menguasai teknik jurnalistik dan menaati kode etik pemberitaan.
Baca Juga: Banyak Media Online Jadi Koran Kuning.
Jadi, utamakan mengakses berita dari media profesional, terpercaya, bukan media abal-abal. Paling tidak, kalaupun belum/tidak berbadan hukum, media tersebut mencantumkan nama-nama tim redaksi (wartawan) dan alamat kantornya.
Jika nama pengelola situsnya "anonimous" alias tidak jelas nama dan alamatnya, gak usah dijadikan rujukan informasi. Biasanya situs abal-abal hanya mengejar trafik dengan posting berita sensasional, lebay bin alay, bahkan sering beda judul ama isinya!
Media abal-abal juga biasanya menggunakan judul-judul berita umpan klik (clickbait) yang melabrak standar penulisan karya jurnalistik, misalnya menggunakan kata "WOW", "Terungkap", "Miris", "Ini Dia", "Begini", "Inilah", dan sejenisnya.
Baca deh: Jurnalisme Umpan Klik.
Apakah blog, seperti www.romelteamedia.com ini masuk media abal-abal? Tentu tidak, ini blog, bukan situs berita atau media massa online, tapi situs pribadi (personal website), pemiliknya individu, yakni saya, sim kuring, juga ada "biodatanya" di Menu About.
Bagaimana dengan situs lembaga, misalnya www.icmijabar.or.id atau www.puijabar.org? Itu tidak masuk kategori media pers atau situs berita, tapi situs lembaha, meskipun kontennya banyak berisi berita. Legalitasnya atau badan hukumnya "integrated" dengan legalitas lembaganya sebagai ormas.
Lain halnya jika ormasnya juga ilegal alias tidak berbadan hukum, maka situsnya pun demikian. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No comments on Dewan Pers: Mayoritas Media Online Situs Berita Abal-Abal
Post a Comment