Media Propaganda vs Media Jurnalistik
By Romeltea | Published: February 4, 2015
SAAT ini banyak sekali media online baru. Media-media siber baru yang lebih pas disebut "blog berita" ini dipopulerkan (share) di media sosial, khususnya oleh mereka yang "sejalan" atau "sepemahaman" dengan isi berita/tulisan atau "kebijakan redaksi" (editorial policy)-nya.
Umumnya, konten media-media baru ini kebanyakan COPAS berita dari media siber mainstream, seperti Detik, Republika, Kompas, JPNN, dan sebagainya, lalu "diedit" sedemikian rupa demi misi tertentu.
Jadilah mereka... Media Propaganda, yaitu media yang "hanya" bertujuan memengaruhi pendapat dan sikap publik.
Sebagaimana layaknya propaganda, pemberitaan media tersebut "tidak objektif", tetapi memberikan informasi yang dirancang dan diseting sedemikan rupa untuk memengaruhi, kadang "ngompori" (memanas-manasi) publik agar benci atau suka kepada seseorang atau sesuatu.
Sebagaimana layaknya propaganda pula, konten media-media tersebut "hanya" menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu dan lebih bertujuan menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional.
SIAPA MEREKA?
Setahu saya, atau kerennya "dalam pengamatan saya", atau tawadhu'-nya mah... IMHO, In My Humble Opinion.... media-media propaganda itu mulai bermunculan sejak menjelang Pemilihan Presiden 2014.
Seiring diperalatnya Media Group (Metro TV) menjadi corong kubu Jokowi dan "dimainkannya" TV One sebagai corong kubu Prabowo, media-media propagandis di dunia maya pun tumbuh bak hujan di musim jamur, eh... kebalik, bak musim di jamur hujan, aih..... bak jamur di musim hujan!
Kebetulan, di Facebook, saya berteman dengan banyak kader, aktivis, dan simpatisan parpol. Nah, dari posting merekalah saya tahu ada media ini, itu, anu, eta, tauen, dan sebagainya. Ketika dicek, karena penasaran, masya Allah.... banyak yang "murni" media propaganda, BUKAN media massa atau media jurnalistik.
Masih mediang kalo keterampilan jurnalistik mereka bagus. Ini mah, sudah propaganda, bahasa medianya juga "kurang bagus" --untuk tidak mengatakan jelek. "Merinding" saya membaca berita-beritanya. Emosional banget! Namanya juga.... propaganda.
Namun, media mainstream juga banyak kok yang "berubah haluan" menjadi media propaganda, baik karena "dibayar" maupun karena "kebijakan redaksi" yang mengharuskan wartawan/editor berpihak pada kelompok tertentu.
Jadilah media-media tersebut masuk ke dalam SISI GELAP JURNALISME.
PROPAGANDA VS JURNALISTIK
Menyimak pandangan John C. Merril tentang Propaganda and Journalism, kedua dunia ini memang tidak jauh alias "deket". Propaganda bisa menggunakan teknik jurnalistik dan jurnalistik bisa "berbelok" arah menjadi propaganda.
Dalam konteks jurnalisme, propaganda berkonotasi negatif. Propaganda tidak mengemban misi media jurnalistik yang menurut UU No 40/1999 tentang Pers berperan sebagai penyampai informasi, hiburan, pendidikan, dan pengawasan sosial (social control).
Dalam jurnalistik ada kode etik, seperti asas berimbang (balance) atau covering both side, akurasi (accuracy), verifikasi dan konfirmasi alias tabayyun, cek dan ricek, tidak mencampurkan fakta dan opini, dan sebagainya.
Dalam propaganda, kayaknya gak ada deh yang namanya "kode etik propaganda". Pokoe joget, eh.. pokoe... sampaikan informasi untuk mempengaruhi publik. Sebarkan informasi yang sekiranya bisa membuat publik suka atau benci kepada kelompok atau seseorang!
PENUTUP
Sudah sah, sampai sini aja. Akhirnya... publik, kita, kau dan aku, harus pinter memilih dan memilah informasi, juga harus bisa membedakan mana media propaganda dan mana media massa.
Kedua media tersebut punya "tupoksi" (tugas poko dan fungsi) yang berbeda. "Manajemen" informasinya juga beda bingit.
Untuk keselamatan dunia dan akhirat seputar informasi, mari kita simak video yang OK banget ini:
Umumnya, konten media-media baru ini kebanyakan COPAS berita dari media siber mainstream, seperti Detik, Republika, Kompas, JPNN, dan sebagainya, lalu "diedit" sedemikian rupa demi misi tertentu.
Jadilah mereka... Media Propaganda, yaitu media yang "hanya" bertujuan memengaruhi pendapat dan sikap publik.
Sebagaimana layaknya propaganda, pemberitaan media tersebut "tidak objektif", tetapi memberikan informasi yang dirancang dan diseting sedemikan rupa untuk memengaruhi, kadang "ngompori" (memanas-manasi) publik agar benci atau suka kepada seseorang atau sesuatu.
Sebagaimana layaknya propaganda pula, konten media-media tersebut "hanya" menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu dan lebih bertujuan menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional.
Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki pelaku propaganda. (Wikipedia).
SIAPA MEREKA?
Setahu saya, atau kerennya "dalam pengamatan saya", atau tawadhu'-nya mah... IMHO, In My Humble Opinion.... media-media propaganda itu mulai bermunculan sejak menjelang Pemilihan Presiden 2014.
Seiring diperalatnya Media Group (Metro TV) menjadi corong kubu Jokowi dan "dimainkannya" TV One sebagai corong kubu Prabowo, media-media propagandis di dunia maya pun tumbuh bak hujan di musim jamur, eh... kebalik, bak musim di jamur hujan, aih..... bak jamur di musim hujan!
Kebetulan, di Facebook, saya berteman dengan banyak kader, aktivis, dan simpatisan parpol. Nah, dari posting merekalah saya tahu ada media ini, itu, anu, eta, tauen, dan sebagainya. Ketika dicek, karena penasaran, masya Allah.... banyak yang "murni" media propaganda, BUKAN media massa atau media jurnalistik.
Masih mediang kalo keterampilan jurnalistik mereka bagus. Ini mah, sudah propaganda, bahasa medianya juga "kurang bagus" --untuk tidak mengatakan jelek. "Merinding" saya membaca berita-beritanya. Emosional banget! Namanya juga.... propaganda.
Namun, media mainstream juga banyak kok yang "berubah haluan" menjadi media propaganda, baik karena "dibayar" maupun karena "kebijakan redaksi" yang mengharuskan wartawan/editor berpihak pada kelompok tertentu.
Jadilah media-media tersebut masuk ke dalam SISI GELAP JURNALISME.
PROPAGANDA VS JURNALISTIK
Menyimak pandangan John C. Merril tentang Propaganda and Journalism, kedua dunia ini memang tidak jauh alias "deket". Propaganda bisa menggunakan teknik jurnalistik dan jurnalistik bisa "berbelok" arah menjadi propaganda.
Dalam konteks jurnalisme, propaganda berkonotasi negatif. Propaganda tidak mengemban misi media jurnalistik yang menurut UU No 40/1999 tentang Pers berperan sebagai penyampai informasi, hiburan, pendidikan, dan pengawasan sosial (social control).
Dalam jurnalistik ada kode etik, seperti asas berimbang (balance) atau covering both side, akurasi (accuracy), verifikasi dan konfirmasi alias tabayyun, cek dan ricek, tidak mencampurkan fakta dan opini, dan sebagainya.
Dalam propaganda, kayaknya gak ada deh yang namanya "kode etik propaganda". Pokoe joget, eh.. pokoe... sampaikan informasi untuk mempengaruhi publik. Sebarkan informasi yang sekiranya bisa membuat publik suka atau benci kepada kelompok atau seseorang!
PENUTUP
Sudah sah, sampai sini aja. Akhirnya... publik, kita, kau dan aku, harus pinter memilih dan memilah informasi, juga harus bisa membedakan mana media propaganda dan mana media massa.
Kedua media tersebut punya "tupoksi" (tugas poko dan fungsi) yang berbeda. "Manajemen" informasinya juga beda bingit.
Untuk keselamatan dunia dan akhirat seputar informasi, mari kita simak video yang OK banget ini:
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
hatur nuhun Kang, insya Allah manfaat pisanm izin share ke temen2
ReplyDeleteYW :) Silakan.... semoga tercerahkan :)
DeleteHatur nuhun Kang, insya Allah manfaat
ReplyDeleteom... media mainstream yang sdh berubah itu yang mana om? hehehe
ReplyDelete